Suara Perempuan dalam Pena Pram

Setiap kali membaca karya-karya Pramoedya Ananta Toer, saya selalu menemukan kehadiran tokoh-tokoh perempuan yang kuat, meskipun dunia yang di sekitar mereka selalu diceritakan secara tidak adil. Tidak bisa disangkal, emansipasi perempuan adalah sorotan yang menjelujur dibanyak karyanya. Hal inilah yang membuat saya begitu kagum pada Pram, seorang sastrawan yang tidak hanya mengangkat isu kolonialisme dan kebangsaan, tetapi juga berani menyuarakan dan menempatkan perempuan sebagai subjek perjuangan, bukan hanya sekadar latar atau korban. Di balik itu, terdapat nilai-nilai yang mampu menggugah kesadaran: tentang ketangguhan, hak, dan pentingnya melihat perempuan sebagai bagian yang tak dapat dipisahkan dari sejarah dan perubahan sosial.  

Memang, sosok-sosok perempuan dalam novel-novelnya seringkali lahir dari sebuah luka. Mereka tersingkir, terpinggirkan, bahkan dijadikan objek oleh sistem yang patriarki dan kolonial. Namun dari keterlukaan itu, munculah keberanian, perjuangan, dan kesadaran yang menyala. Mereka bukan hanya simbol penderitaan saja, melainkan juga bentuk perlawanan. Perempuan-perempuan digambarkan seorang yang menginginkan hak-haknya, bukan hanya menguasai, tetapi untuk hidup sebagai manusia yang merdeka. Di sinilah saya belajar, bahwa memperjuangkan emansipasi perempuan adalah bagian dari memperjuangkan kemanusiaan.

Dalam Jejak Langkah, Pram menulis kalimat yang sangat membuat saya tertarik:
"Wanita dan pria perlu punya hak sama, tidak berlebihan, katanya. Setiap hak yang berlebihan adalah penindasan." 

Dalam kalimat di atas, bukan hanya sekadar kutipan indah, melainkan pandangan dunia yang menyeluruh. Pram menggambarkan bahwa kesetaraan bukan berarti siapa yang memiliki posisi kekuasaan, melainkan membongkar akar-akar ketidakadilan yang menindas siapa pun, baik laki-laki maupun perempuan.

Lewat karya-karyanya, Pram mengajak pembacanya untuk merenungi posisi perempuan dalam masyarakat. Ia menantang norma-norma yang membatasi, mengkritik sistem yang tertimpang, dan menyuarakan pentingnya keberanian perempuan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri. Dalam sastra Indonesia, Pram hadir membawakan suara yang tegas: perempuan adalah bagian penting dari gerakan, dari sejarah, dan dari masa depan bangsa.

Pramoedya Ananta Toer juga dikenal sebagai salah satu sastrawan yang mengagumi sosok R.A. Kartini, seorang wanita pribumi yang tidak takut menyuarakan kata hati untuk mendapatkan hak sebagaimana wanita di negara modern, khususnya tentang pendidikan dan perannya dalam kehidupan. Bagi Pram, Kartini adalah simbol perlawanan dari dalam, di balik tembok rumah bangsawan Jawa, ia menantang sistem yang selama ini membungkam suara perempuan.

Kekaguman Pram terhadap kartini bukan semata karena keberanian Kartini menulis surat, tetapi juga karena ketajamannya dalam melihat ketimpangan sosial. Dalam pandangan Pram, apa yang diperjuangkan Kartini adalah kritik tajam terhadap sistem feodalisme Jawa dan patriarki dalam keluarga, inilah dua sistem yang menindas, baik terhadap rakyat kecil maupun terhadap perempuan.  

Maka, membaca karya-karya Pramoedya Ananta Toer bukan hanya menelusuri sejarah bangsa, tetapi juga menyusuri jejak perjuangan perempuan. Mereka diberi suara, diberi ruang, dan diberi kehormatan sebagai bagian dari perubahan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Memilih Jurusan Sastra Indonesia? Bukannya Hanya Main Kata-Kata?

Kau Masih Hidup, Pram, dalam Kalimat yang Tak Usai