Postingan

Impunitas Bukan untuk Diwariskan: Cerita dari Kamisan Pertamaku

Tanggal 19 Juni, aku mengikuti Aksi Kamisan yang diselenggarakan di Sampang Tiga, Alun-Alun Jember, tepat di depan Lembaga Pemasyarakatan. Aksi ini mengusung tema yang begitu genting: "Impunitas adalah warisan Orde Baru, saatnya diputus!" . Tema ini bukan sekadar seruan kosong, tetapi panggilan untuk memahami lebih dalam sejarah kelam pelanggaran HAM di Indonesia. Awalnya aku ragu untuk bergabung ke dalam aliansi ini. Mungkin karena nyaliku yang masih ciut untuk menampakkan wajah di antara orang-orang yang kupikir sudah tahu segalanya. Tapi nyatanya, keberanianku mengalahkan keraguan. Aku datang dengan keberanian dan semangat belajar dan ternyata itu sudah lebih cukup. Aku bisa merasai betul pengalaman yang luar biasa ini. Sejujurnya, aku belum banyak tahu tentang Aksi Kamisan. Apa yang mereka lakukan, bahkan apa yang mereka suarakan. Aku hanya mengenalnya dari novel Laut Bercerita karya Leila S. Chudori, yang memotret tragedi penghilangan paksa para aktivis reformasi, dan ak...

Kau Masih Hidup, Pram, dalam Kalimat yang Tak Usai

Di antara rak-rak buku berdebu, aku temukan suaramu dalam sunyi yang beku. Bukan dalam teriakan, tapi bisikan yang menetap di kepala batu: " Menulis adalah melawan ."   Engkau bukan sekadar nama di sampul novel, di halaman utama. Bukan hanya wajah di balik majalah yang beredar, tapi gema yang menembus waktu— mengudara di dada mereka yang memanggilmu tanpa suara. Kau masih hidup, Pram. kuingat larik dalam tulisanmu: " Dengan menulis, suaramu takkan padam ditelan angin ,  akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari ." Kalimatmu menjelma nyala, mengisi rongga-rongga sunyi dan bergelora di sela napas yang sering kami lupa. Masih ada yang takut pada kalimatmu— itu tandanya kau belum mati. Masih ada yang belajar mencintai lewat tokohmu— itu tandanya kau hidup kembali. Kalimatmu tak pernah usai, karena kami belum selesai membaca dunia lewat matamu, Pram. Dan selama dunia masih mencari arti, kau pun tetap abadi.

Suara Perempuan dalam Pena Pram

Setiap kali membaca karya-karya Pramoedya Ananta Toer, saya selalu menemukan kehadiran tokoh-tokoh perempuan yang kuat, meskipun dunia di sekitar mereka kerap digambarkan tidak adil. Tidak bisa disangkal bahwa emansipasi perempuan menjadi sorotan yang menjelujur di banyak karyanya. Hal inilah yang membuat saya begitu kagum pada Pram, seorang sastrawan yang tidak hanya mengangkat isu kolonialisme dan kebangsaan, tetapi juga berani menyuarakan dan menempatkan perempuan sebagai subjek perjuangan. Di balik itu semua, tersimpan nilai-nilai yang mampu menggugah kesadaran: tentang ketangguhan, hak, dan pentingnya melihat perempuan sebagai bagian yang tak dapat dipisahkan dari sejarah dan perubahan sosial.   Memang, sosok-sosok perempuan dalam novel-novel Pramoedya Ananta Toer seringkali lahir dari sebuah luka. Mereka tersingkir, terpinggirkan, bahkan dijadikan objek oleh sistem yang patriarki dan kolonial. Namun dari keterlukaan itu, munculah keberanian, perjuangan, dan kesadar...

Curhat Klasik Mahasiswa: Ketika Tugas Kelompok Jadi Beban Hidup

Judul di atas sudah cukup kece, bukan? Relate , jujur, dan catchy . Tapi yang bikin nggak kece itu justru ketika mengerjakan tugas kelompok malah jadi beban hidup. Dalam curhatan ini, saya ingin mengajak kita semua, termasuk diri saya sendiri, untuk berbenah diri dan mengevaluasi. Judul di atas saya kira menyuarakan jeritan-jeritan hati para mahasiswa yang mengalami hal serupa. Saya menulis ini bukan karena baper alias kebawa perasaan karena merasa paling sibuk atau paling banyak kerja. Tapi kenyataannya, ketika tugas kelompok, saya malah sibuk sendiri. Loh kok bisa? Bagi pihak-pihak tertentu, nada dalam tulisan ini mungkin terasa mengganggu, atau justru sebaliknya. Sesuai harapan saya, semoga tulisan ini mampu menggugah pola pikir Anda untuk menjadi lebih tercerahkan. Atau mungkin malah tersindir, lalu menyadari... dan jika itu terjadi, saya anggap itu hal yang baik, semoga. Selamat membaca curhatan klasik saya sebagai mahasiswa, dengan judul yang, ya, seperti itu adanya. Walau ucapa...

Sejarah Sedang Terulang

Gambar
Mereka yang tidak mengingat masa lalu dikutuk untuk mengulanginya. -George Santayana Tirto.id Jakarta menjadi lebih dingin dari biasanya, meskipun matahari bersinar sedang terik di atas gedung-gedung tinggi. Tidak ada suara klakson mobil yang bersahutan, tak ada demonstrasi mahasiswa yang berani turun ke jalan. Suasana ibu kota yang biasanya penuh hiruk pikuk kini berubah menjadi hening. Tidak ada sosial media yang memanas banjir kritik. Semua memilih diam. Bima, seorang mahasiswa semester akhir, ia duduk dengan tenang di kamarnya yang kurang akan pencahayaan itu. Di tangannya, menggenggam secarik koran yang baru dibelinya di warung dekat kampus. Dibacanya pada halaman terdepan dengan judul yang menganga begitu besarnya membuat dadanya terasa sangat sesak: "DWIFUNGSI TNI RESMI DISAHKAN, MILITER KEMBALI KE POLITIK" Mata Bima langsung membelak penuh keterkejutan. Berharap matanya salah membaca. Namun, tidak. Keputusan itu nyata. Dengan undang-undang baru ini, militer kembali me...

Neraka di Atas Meja Kerja

Gambar
rmolaceh.id